Apa
itu Terapi Perilaku?
Terapi perilaku (behavioral therapy) adalah pengobatan
yang bertujuan untuk mengubah perilaku negatif yang dapat membahayakan pasien
serta menangani pikiran dan perasaan yang dapat menyebabkan perilaku yang
membahayakan diri sendiri. Terapi ini dapat menangani semua jenis perilaku,
mulai perilaku yang dipelajari sampai perilaku akibat pengaruh dari lingkungan
sekitar. Untuk melakukan hal ini, terapis perilaku menggunakan gabungan teknik
yang sering digunakan untuk mengobati gangguan psikologis.
Terapi perilaku adalah pengobatan yang didasarkan pada
kepercayaan bahwa perilaku seseorang sangat berkaitan atau dipengaruhi oleh
masalah psikologisnya. Oleh karena itu, perilaku yang bermasalah bukanlah
sesuatu yang dimiliki seseorang, melainkan akibat dari pembelajaran,
lingkungan, dan pengaruh dari luar.
Ada tiga jenis terapi perilaku, yaitu:
·
Terapi
perilaku kognitif – Terapi perilaku kognitif, yang juga dikenal
sebagai modifikasi perilaku, adalah metode pengobatan yang disasarkan pada
pikiran dan perasaan yang menyebabkan perilaku tertentu dan gangguan jiwa.
Terapi ini sering digabungkan dengan pengobatan psikoterapi.
·
Analisis
perilaku terapan – Analisis perilaku terapan adalah metode
pengkondisian (conditioning) yang menggunakan cara positif untuk mengubah
perilaku pasien. Terapi ini berdasarkan pada teori pengkondisian klasik dari
Ivan Pavlov dan teori conditioning operant milik B.F. Skinner.
·
Terapi
pembelajaran sosial
Siapa yang
Perlu Menjalani Terapi Perilaku & Hasil yang Diharapkan
Terapi perilaku merupakan proses pengobatan yang penting
bagi pasien yang memiliki kelainan perilaku tertentu, misalnya kebiasaan buruk
yang membahayakan keselamatan dan kesehatannya. Tujuan dari terapi ini adalah
untuk membantu dan mempersiapkan pasien untuk menghadapi berbagai tantangan
tanpa harus beralih ke kebiasaan buruk sebagai mekanisme pertahanan.
Beberapa contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi
perilaku adalah:
·
Gangguan kegelisahan (anxiety
disorder)
·
Gangguan obsesif kompulsif
(obsessive compulsive disorder/OCD)
·
Gangguan stres pasca trauma
(post-traumatic stress disorder/PTSD)
·
Fobia sosial
·
Skizofrenia
·
Depresi
·
Gangguan kepribadian (personality
disorder)
·
Gangguan pola makan (eating disorder)
·
Gangguan pemusatan perhatian
& hiperaktif (attention deficiency hyperactivity disorder/ADHD)
Terapi perilaku juga bermanfaat bagi pasien yang
menderita:
·
Autisme
·
Penyalahgunaan zat mis.
penyalahgunaan obat terlarang atau alkohol
·
Nyeri kronis, seperti nyeri yang disebabkan
oleh penyakit atau pengobatan untuk penyakit lain
·
Tekanan emosional
Biasanya, pasien yang menderita penyakit atau gangguan
yang disebutkan di atas dapat langsung menjalani perawatan dari terapis
perilaku atau terapis psikoterapi. Namun, ada beberapa pasien, misalnya pasien
yang menderita skizofrenia, yang mendapatkan rujukan dari dokter keluarga atau
dokter umum.
Cara Kerja Terapi Perilaku
Terapi perilaku menggunakan teknik yang beragam. Teknik
yang dipilih adalah teknik yang memiliki tingkat keberhasilan paling tinggi,
tergantung pada kondisi setiap pasien. Apabila teknik yang utama tidak
berhasil, terapis dapat mengubah teknik yang digunakan. Beberapa teknik yang
sering digunakan adalah:
Jumlah anak dengan autisme di
dunia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut the Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) dalam website autismspeaks.org,
pada 26 April 2018, 1 banding 59 anak (1 banding 37 anak laki-laki dan 1 banding
151 anak perempuan) di Amerika Serikat memiliki gangguan spektrum autis (autism
spectrum disorder (ASD)).
Di Indonesia, pada tahun 2015,
satu per 250 anak mengalami gangguan autisme, terdapat kurang lebih 12.800 anak
dengan autisme dan 134.000 orang dengan autisme di Indonesia. Adapun website
pijarpsikologi.org, yang menyadur dari website dr Widodo
Judarwanto, seorang dokter anak dan editor dari klinikautis.com,
memprediksi orang dengan autisme akan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Namun, pada kenyataannya di
Indonesia belum terdapat data yang akurat mengenai jumlah peningkatan anak
dengan autisme setiap tahunnya. Bisa jadi hal ini berkaitan dengan pemahaman
masyarakat awam akan informasi mengenai autisme.
Banyak orang tua yang belum memahami gejala autisme sejak dini atau masih
di tahap penyangkalan, sehingga enggan untuk membuka diri saat anaknya memiliki
gejala-gejala autisme yang menyebabkan data pasti jumlah anak dengan autisme di
Indonesia masih terbatas.
- -
Di Indonesia, autisme sendiri
sudah diakui resmi secara hukum, yaitu diatur di dalam UU No. 8 Tahun 2016
tentang Penyandang Disabilitas. Sebelumnya, Indonesia juga sudah meratifikasi Convention
on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) yang tertuang di dalam UU
No. 19 Tahun 2011. Beberapa peraturan menteri juga sudah mengatur mengenai
autisme dalam ranah inklusi.
Menurut website pijarpsikologi.org,
saat ini telah banyak beredar informasi mengenai penanganan autisme di
Indonesia, seperti dibukanya berbagai pusat terapi, terbentuknya berbagai
yayasan yang peduli menangani anak dengan autisme, hingga seminar dari dalam
maupun dari luar negeri yang membahas mengenai isu autisme.
Penanganan yang dahulu dianggap
mustahil pada akhirnya dapat diterapkan pada anak sejak usia dini, meski tidak
banyak pihak yang mampu untuk melakukannya. Adapun terapi autisme yang populer
di Indonesia antara lain terapi wicara dan terapi sensorik integrasi atau
terapi okupasi.
Namun, terapi tersebut belumlah
cukup karena, untuk membentuk perilaku anak dengan autisme, diperlukan terapi
perilaku dengan ilmu Applied Behavior Analysis atau yang populer disebut
ABA.
Sebenarnya pelaksanaan terapi
ABA, yang ilmunya diakui secara ilmiah di seluruh dunia ini, ada di bawah
pengaturan dan pengawasan organisasi the Behavior Analyst Certification Board,
Inc. (BACB). Badan nonprofit berpusat di Amerika Serikat ini didirikan pada
1998, dan bertugas mengakreditasi profesi Behavior Analyst di seluruh dunia. BACB ini jugalah yang mengeluarkan
sertifikat profesional ABA yang memenuhi standar Internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar