GANGGUAN KOGNITIF
PADA ANAK PENYANDANG AUTISME
Kognitif
Ranah kognitif adalah
ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut
aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek kognitif
berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang
lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang
menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,
metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan
demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan
mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang
paling tinggi yaitu evaluasi.
2.
Afektif
Ranah afektif adalah
ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak
perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang
telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar
afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi
ke dalam lima jenjang, yaitu:
1. Receiving
atau attending ( menerima atua memperhatikan)
2. Responding (menanggapi) mengandung
arti “adanya partisipasi aktif”
3. Valuing
(menilai atau menghargai)
4. Organization
(mengatur atau mengorganisasikan)
5. Characterization
by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai
atau
komplek nilai)
3.
Psikomotorik
Ranah psikomotor
merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar
psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif
(memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk
kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotor adalah berhubungan
dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan
sebagainya.
Hasil belajar
keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan
penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik
berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan
tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
(3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan
kerjanya.
Gangguan kognitif
merupakan respon maladaptive yang ditandai oleh daya ingat terganggu,
disonentasi, inkoheren dan sukar bepikir logis. Gangguan kognitif erat
kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan
dipengaruhi oleh keadaan otak.
a). Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Gangguan kognitif
umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan saraf pusat (SSP). SSP
memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan pengiriman nutrisi
mengakibatkan gangguan fungsi SSP. Faktor yang dapat menyebabkan adalah
penyakit infeksi sistematik, gangguan peredaran darah, keracunan zat (Beck,
Rawlins dan Williams, 1984, hal 871). Banyak faktor lain yang menurut beberapa
ahli dapat menimbulkan gangguan kognitif, seperti kekurangan vitamin,
malnutrisi, gangguan jiwa fungsional.
2. Faktor
Presipitasi
Setiap kejadian diotak
dapat berakibat gangguan kognitif. Hipoksia dapat berupa anemia Hipoksia,
Hitoksik Hipoksia, Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik Hipoksia. Semua Keadaan
ini mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang. Gangguan metabolisme
sering mengganggu fungsi mental, hipotiroidisme, hipoglikemia. Racun, virus dan
virus menyerang otak mengakibatkan gangguan fungsi otak, misalnya sifilis.
Perubahan struktur otak akibat trauma atau tumor juga mengubah fungsi otak.
Stimulus yang kurang atau berlebihan dapat mengganggu fungsi kognitif. Misalnya
ruang ICU dengan cahaya, bunyi yang konstan merangsang dapat mencetuskan
disorientasi, delusi dan halusinasi, namun belum ada penelitian yang
tepat.
b). Akibat gangguan kognitif
1.
Menurun kemampuan konsentrasi terhadap stimulus (misalnya, pertanyaan harus
diulang).
2.
Proses pikir yang tidak tertata, misalnya tidak relevan atau inkoheren.
3.
Minimal 2 dari yang berikut :
-
Menurunkan tingkat kesadaran.
-
Gangguan persepsi, Ilusi, halusinasi.
-
Gangguan tidur, tidur berjalan dan insomnia atau ngatuk pada siang hari.
-
Meningkat atau Menurun aktivitas psikomotor.
-
Disorientasi, tempat, waktu, orang.
-
Gangguan daya ingat, tidak dapat mengingat hal baru, misalnya nama beberapa
benda setelah lima menit.
Gangguan kognitif
Hampir 75-80% anak
autisme mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang. Menarik
untuk diketahui bahwa beberapa anak autisme menunjukkan kemampuan memecahkan
masalah yang luar biasa, seperti mempunyai daya ingat yang sangat baik dan
kemampuan membaca yang di atas batas penampilan intelektualnya.
Sebanyak 50% dari idiot
savants, yakni orang dengan retardasi mental yang menunjukkan kemampuan luar
biasa, seperti menghitung kalender, memainkan satu lagu hanya dari sekali
mendengar, mengingat nomor-nomor telepon yang ia baca dari buku telepon, adalah
seorang penyandang autisme.
Gangguan perilaku motorik
Kebanyakan anak autisme
menunjukkan adanya stereotip, seperti bertepuk-tepuk tangan dan
menggoyang-goyangkan tubuh. Hiperaktif biasa terjadi terutama pada anak
prasekolah. Namun, sebaliknya, dapat terjadi hipoaktif. Beberapa anak juga
menunjukkan gangguan pemusatan perhatian dan impulsivitas. Juga didapatkan
adanya koordinasi motorik yang terganggu, tiptoe walking, clumsiness,
kesulitan belajar mengikat tali sepatu, menyikat gigi, memotong makanan, dan
mengancingkan baju.
Diagnosis Banding
Gangguan autisme musti
dibedakan dengan:
- Retardasi mental: ketrampilan sosial dan komunikasi verbal atau non-verbal pada anak retardasi mental sesuai dengan usia mental mereka. Tes inteligensi biasanya menunjukkan suatu penurunan yang menyeluruh dari berbagai tes. Berbeda dengan anak autisme yang hasil tesnya tidak menunjukkan hasil yang rata-rata sama. Kebanyakan anak dengan taraf retardasi yang berat dan usia mental yang sangat rendah menunjukkan tanda-tanda autisme yang khas, seperti gangguan dalam interaksi sosial, stereotip, dan buruknya kemampuan berkomunikasi.
- Skizofrenia: kebanyakan anak dengan skizofrenia secara umum tampak normal pada saat bayi sampai usia 2-3 tahun, dan baru kemudian muncul halusinasi, gejala yang tidak terdapat pada autisme. Biasanya anak dengan skizofrenia tidak retardasi mental, sedangkan pada autisme sekitar 75-80% adalah retardasi mental.
- Gangguan perkembangan berbahasa: kondisi ini menunjukkan adanya gangguan pemahaman dan dalam mengekspresikan pembicaraan, namun komunikasi non-verbalnya baik, dengan memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Juga tidak ditemukan adanya stereotip dan gangguan yang berat dalam interaksi sosial.
- Gangguan penglihatan dan pendengaran: mereka yang buta dan tuli tidak akan bereaksi terhadap rangsang lingkungan sampai gangguannya terdeteksi dan memakai alat bantu khusus untuk mengoreksi kelainannya.
- Gangguan kelekatan yang rekatif: suatu gangguan dalam hubungan sosial pada bayi dan anak kecil. Keadaan itu dikarenakan pengasuhan yang buruk sehingga dengan terapi dan pengasuhan yang baik serta sesuai, kondisi itu dapat kembali normal.
Bagaimana perjalanan penyakit dan prognosis autisme?
Walaupun kebanyakan anak
autisme menunjukkan perbaikan dalam hubungan sosial dan kemampuan berbahasa
seiring dengan meningkatnya usia, gangguan autisme tetap meninggalkan
ketidakmampuan yang menetap. Mayoritas dari mereka tidak dapat hidup mandiri
dan membutuhkan perawatan di institusi ataupun membutuhkan supervisi terus.
Hasil penelitian menemukan bahwa:
- Dua per tiga dari anak autisme mempunyai prognosis yang buruk: tidak dapat mandiri.
- Seperempat dari anak autisme mempunyai prognosis yang sedang: terdapat kemajuan di bidang sosial dan pendidikan, walaupun ada problem perilaku.
- Sepersepuluh dari anak-anak autisme mempunyai prognosis yang baik: mempunyai kehidupan sosial yang normal atau hampir normal dan berfungsi dengan baik di sekolah ataupun di tempat kerja.
Walaupun demikian,
sangatlah jarang penyandang autisme dapat berfungsi seperti orang dewasa, yakni
mempunyai teman dan menikah. Beberapa peneliti mencatat adanya peningkatan
masalah perilaku pada remaja, termasuk gangguang obsesive dan kumpulsive yang
berat dan apatis. Juga dilaporkan munculnya gangguan depresi pada saat remaja.
Gejala depresi muncul pada remaja ketika kesadaran yang menyakitkan muncul
bahwa mereka tidak mampu membina hubungan dengan teman walaupun mereka
menginginkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar