MENERIMA ANAK ABK DI SEKOLAH REGULER, HARUS
BERBANGGA DAN BUKAN TERPAKSA*.
Melihat judul dari
suatu headline harian daerah di Jawa Timur, dimana ada SMP yang merasa
“terpaksa” menerima ABK , (anak Berkebutuhan Khusus)-karena kekurangan murid,
sangat ironis dan menohok perasaan.
Melihat sistem pendidikan di luar Indonesia-terutama di negara maju-yang
mengedepankan education for all-dimana pendidikan harus menampung semua jenis
dan kondisi peserta didik, tentunya berita ini merupakan suatu lompatan besar
ke belakang yang akan sulit lagi untuk bisa melangkah ke depan.
Pola pikir dan cara pandang
yang hanya berorientasi jumlah murid, adalah pola pikir klasik materialis yang
hanya mencari keuntungan sesaat (uang/materi), tanpa mengedepankan jenis
pelayanan, dedikasi, niat tulus dan etos kerja yang maksimal dari seluruh
personil yang ada di sekolah atau lembaga tersebut. ABK sebagai salah satu
kompenen yang ada pada masyarakat, adalah kelompok “pilihan Tuhan”, yang harus
kita ayomi, bimbing, arahkan dan fasilitasi
dengan hati yang tulus dan gembira. Keberadaan mereka di sekolah reguler
harusnya disambut dengan “red carpet”, dan bukan dengan keluhan atau rasa
pesimis yang tidak berdasar.
Berdasarkan UU “Setiap
penyandang cacat berhak memperolah pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis
dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat 1). Setiap penyandang cacat memiliki hak
yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya,
terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
(Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat).” (Ifdlali,
2010) Selain itu, sebuah kesepakatan yang bertaraf internasional dalam rangka
mendukung terwujudnya pendidikan inklusi di Indonesia, adalah oleh Convention
on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol.
UUD
1945 (amandemen) pada Pasal 31, ayat (1) : Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan kemudian di ayat (2) : Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, di Pasal (5 ) dikatakan:· “ Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Didukung oleh Pasal (6 ) yang menyatakan: “Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: ayat 1 : Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada Pasal 48:· Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Pasal 49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Pasal 51: Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa. Pasal 52: Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus. Pasal 53: Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan Cuma-Cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
UU no. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pada Pasal 5, ayat (1): Setiap· warga negara mempunyai HAK YANG SAMA untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, ayat (2) : Warga negara yang mempunyai KELAINAN fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh PENDIDIKANKHUSUS, ayat (3) : Warga negara di daerah TERPENCIL atau TERBELAKANG serta MASYARAKAT ADAT yang TERPENCIL berhak memperoleh PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS, ayat (4):Warga negara yang memiliki potensi KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA berhak memperoleh PENDIDIKAN KHUSUS. Dilanjutkan pada Pasal 32 ayat (1): PENDIDIKAN KHUSUS merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena KELAINAN fisik,emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi KECERDASAN dan BAKAT ISTIMEWA. Ayat (2): PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
UU no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS juga sudah menetapkan mengenai· pendidikan khusus bagi anak yang berkebutuhan khusus diwujudkan pada Pasal 32 ayat 1, yaitu:
o Tunarungu, Tunawicara
o Tunagrahita : Ringan (IQ = 50-70), Sedang (IQ = 25-50), (a.l. Down Syndrome)
o Tunadaksa : Ringan, Sedang
o Tunalaras (Dysruptive) & HIV AIDS & Narkoba
o Autis, Sindroma Asperger
o Tuna ganda
o Kesulitan Belajar / Lambat Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dysgraphia/Tulis, Dyslexia/ Baca, Dysphasia/ Bicara, Dyscalculia/ Hitung, Dyspraxia/ Motorik)
o GIFTED : Potensi Kecerdasan Istimewa (IQ > 125 ) &
o TALENTED : Potensi Bakat Istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico-mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Natural, Intrapersonal, Spiritual) &
o INDIGO
UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, di Pasal (5 ) dikatakan:· “ Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Didukung oleh Pasal (6 ) yang menyatakan: “Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: ayat 1 : Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada Pasal 48:· Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Pasal 49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Pasal 51: Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa. Pasal 52: Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus. Pasal 53: Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan Cuma-Cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
UU no. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pada Pasal 5, ayat (1): Setiap· warga negara mempunyai HAK YANG SAMA untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, ayat (2) : Warga negara yang mempunyai KELAINAN fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh PENDIDIKANKHUSUS, ayat (3) : Warga negara di daerah TERPENCIL atau TERBELAKANG serta MASYARAKAT ADAT yang TERPENCIL berhak memperoleh PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS, ayat (4):Warga negara yang memiliki potensi KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA berhak memperoleh PENDIDIKAN KHUSUS. Dilanjutkan pada Pasal 32 ayat (1): PENDIDIKAN KHUSUS merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena KELAINAN fisik,emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi KECERDASAN dan BAKAT ISTIMEWA. Ayat (2): PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
UU no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS juga sudah menetapkan mengenai· pendidikan khusus bagi anak yang berkebutuhan khusus diwujudkan pada Pasal 32 ayat 1, yaitu:
o Tunarungu, Tunawicara
o Tunagrahita : Ringan (IQ = 50-70), Sedang (IQ = 25-50), (a.l. Down Syndrome)
o Tunadaksa : Ringan, Sedang
o Tunalaras (Dysruptive) & HIV AIDS & Narkoba
o Autis, Sindroma Asperger
o Tuna ganda
o Kesulitan Belajar / Lambat Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dysgraphia/Tulis, Dyslexia/ Baca, Dysphasia/ Bicara, Dyscalculia/ Hitung, Dyspraxia/ Motorik)
o GIFTED : Potensi Kecerdasan Istimewa (IQ > 125 ) &
o TALENTED : Potensi Bakat Istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico-mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Natural, Intrapersonal, Spiritual) &
o INDIGO
Sudah sepatutnya pihak pengelola sekolah untuk
melaksanakan ketentuan ini dengan senang hati, bila ada keberatan dengan adanya
ABK di sekolah reguler, silahkan lakukan uji material ke MK. Sangat ironis,
bila pemerintah pusat sudah membuka peluang adanya ABK masuk sekolah reguler,
namun masih ada pihak pengelola Lembaga pendidikan yang berpikiran sempit, dan
“menolak” dengan berbagai alasan-kami belum “mampu”, kami belum pernah menerima
ABK di sekolah kami (terus kapan pernahnya ya...?), mereka lebih baik sekolah
di SLB dll.
Pendidikan Inklusi adalah pendidikan untuk semua anak
usia sekolah tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, kekurangan, kelebihan
dan sebagainya
Sekolah regular yang menyelenggarakan pendidikan
inklusi ini, akan membuat kurikulum tersendiri untuk anak-anak berkebutuhan
khusus, kurang lebih sbb:
- Kurikulum umum akan disesuaikan dengan kondisi siswa
- Penyesuainnya bisa terjadi pada tujuan, materi, proses dan evaluasi
- Proses modifikasi tidak sama setiap pelajaran, semua dibuat sesuai kondisi tiap siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar