Pengikut

Senin, Agustus 19, 2013

KESULITAN BELAJAR PADA ANAK PENYANDANG AUTIS





Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan,kebiasaan, sikap, keyakinan,tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi sesorang. Oleh karena itu dengan menguasai konsep dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis.
Konsep tentang belajar telah banyak didefinisikan oleh para pakar psikologi. Berikut disajikan beberapa pengertian tentang belajar.
1)             Gage dan Berliner (1983) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organism mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.
2)             Morgan et.al. (1986) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relative permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman.
3)             Slavin (1994) menyatakan bahwa  belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.
4)             Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapn manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

Kesulitan Belajar
Makna Kesulitan Belajar
1.      Gejala yang tampak pada peserta didik yang ditandai dengan prestasi belajar yang rendah atau dibawah kriteria yang telah ditetapkan atau kriteria minimal.  Prestasi belajarnya lebih rendah dibandingkan prestasi teman-temannya,  atau lebih rendah dibandingkan prestasi belajar sebelumnya.
2.      Menunjukkan adanya jarak antara prestasi belajar yang diharapkan dengan presiasi yang dicapai
3.      Prestasi belajar yang dicapai tidak sesuai dengan kapasitas inteligensinya.  Kesulitan belajar peserta didik tidak selalu disebabkan oleh inteligensinya yang rendah
Permasalahan belajar peserta didik
Kesimpulan Ciri anak yang mengalami kesulitan  belajar
1.                   Prestasi belajarnya rendah
2.                   Usaha yang dilakukan tidak sebanding dengan hasilnya
3.                   Lamban mengerjakan tugas
4.                   Sikap ach dalam mengkiuti pelajaran
5.                   Menunjukkan perilaku menyimpang
6.                   Emosional (mudah marah, tersinggung, rendah diri dll

Pengertian Autisme
            Autisme (autism) atau gangguan autistik, adalah satu gangguan terparah dimasa kanak-kanak. Autisme merupakan istilah bagi anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan kemampuannya. Autism bersifat kronis dan berlangsung sepanjang hidup.
            Kata autisme berasal dari bahasa Yunani, autos yang berarti “self”. Istilah ini digunakan  pertama kali pada tahun 1906 oleh psikiater Swiss, Eugen Bleuler, untuk merujuk pada gaya berpikir yang aneh pada penderita skizofrenia. Cara berpikir autistik adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian-kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Pada tahun 1943, psikiater lain Leo Kanner, menerapkan diagnosis “autism infantile awal” kepada kelompok anak yang terganggu yang tampaknya tidak dapat berhubungan dengan orang lain, seolah-olah mereka hidup dalam dunia mereka sendiri. Berbeda dari anak-anak dengan retardasi mental, anak-anak ini tampaknya menutup diri dari setiap masukan dunia luar, menciptakan semacam “kesendirian autistik” ( Kanner, 1943).
            Anak-anak autistik sering digambarkan oleh orang tua mereka sendiri sebagai “bayi yang baik” di awal masa balita. Ini biasanya berarti mereka tidak banyak menuntut. Namun, setelah mereka berkembang, mereka mulai menolak afeksi fisik seperti pelukan dan ciuman. Ciri-ciri klinis dari gangguan ini muncul sebelum usia 3 tahun (APA, 2000), Autisme merupakan gangguan yang empat sampai lima kali lebih sering terdapat pada laki-laki daripada perempuan (APA, 2000).

 Strategi Mengatasi Kesuliatn Belajar pada Anak Autisme
            Untuk dapat mengatasi kesulitan belajar pada anak autis perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
·         Tempatkan pada sekolah yang sesuai, misalnya SLB anak autis, sekolah normal dengan integrasi penuh, maupun sekolah khusus.
·         Berikan kesempatan mereka untuk menyibukkan diri.
Hal ini dilakukan mengingat biasanya anak autis harus selalu berusaha keras agar dapat tetap duduk, fokus, dan bertahan pada apa yang sedang dikerjakannya.
·         Biarkan mereka menggambar atau mencoret-coret.
Daripada melampiaskan kekesalannya pada orang lain, biarlah buku atau kertas lain sebagai pelampiasan penderitaannya.
·         Biarkan mereka berjalan-jalan
Beberapa siswa bekerja lebih baik bila mereka boleh beristirahat di antara serangkaian tugas dan boleh melakukannya dengan gaya mereka sendiri (berjalan-jalan, meregangkan tubuh, atau sekedar berhenti bekerja). Adapula yang perlu beristirahat dengan berjalan selama beberapa detik sampai 15-20 menit.
·         Beri pilihan tempat duduk
Tempat duduk yang tepat mungkin bukan hal pertama yang dipetrtimbangkan guru ketika ia membuat perencanaan bagi siswa autistik. Akan tetapi, untuk beberapa siswa, jenis perabot kelas yang tepat menjadi kunci utama keberhasilan dan kenyamanan mereka. Salah satu siswa autis tidak dapat menoleransi duduk di kursi kelas yang ada di setiap kelas sehingga gurunya membiarkannya membawa bantal kedalam kelas. Siswa lain sering memilih duduk di lantai( tempat ia biasa menyangga dirinya dengan dua bantal besar ) sehingga beberapa kali sehari ia diperbolehkan duduk di sarangnya (begitu nama yang ia berikan bagi tempat tempat duduknya yang unik tersebut) atau di mejanya (tempat ia duduk di atas bantal kecil ). Memberikan bebrapa pilihan tempat duduk di kelas dapat meningkatkan pengalaman belajar semua siswa. Pilihan tempat duduk yang sangat menarik bagi semua siswa antara lain sofa, kursi goyang, tempat duduk dengan bantalan, bantal-bantal atau alas duduk di lantai, dan sebagainya.
·         Memberikan terapi yang cocok bagi anak autis
Untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi anak autis pada awalnya perlu dilakukan asesmen atau pemerikasaaan menyeluruh terhadap anak. Asesmen tersebut bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan, tingkat kemampuan yang dimilikinya saat itu, dan mencari tahu apakah terdapat hambatan atau gangguan lain yang menyertai.

            Biasanya terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar seperti keterampilan berkomunikasi, dalam hal ini keterampilan menggunakan bahasa ekspresif (mengemukakan isi pikiran atau pendapat) dan bahasa reseptif (menyerap dan memahami bahasa). Selain itu, terapi yang diberikan juga membantu anak autis untuk mengembangkan keterampilan bantu diri atau self help, keterampilan berperilaku yang pantas di depan umum, dan lain-lain.  Terapi untuk anak autis bersifat multiterapi.
Berikut beberapa terapi bagi anak autis :
1.      Applied behavioral analisys, yaitu terapi dengan cara memberikan hadiah atau pujian.
2.      Terapi bicara (wicara).
3.      Terapi okupasi : melatih otot-otot motorik agar bisa bekerja lebih lentur.
4.      Terapi fisik, yaitu melatih fisik agar lebih kuat dan seimbang.
5.      Terapi sosial, yaitu mengajak anak untuk bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain.
6.      Terapi bermain, yaitu mengajak bermain dengan teman melalui cara tertentu.
7.      Terapi perilaku, yaitu membantu anak autis mengekspresikan kemauan dan keinginan dengan cara yang lembut.
8.      Terapi perkembangan, yaitu terapi yang mempelajari minat anak dengan kondisi autis.
9.      Terapi visual, yaitu belajar berkomunikasi melalui gambar dengan metode tertentu.
10.  Terapi biomedik, yaitu terapi dengan memberikan pengobatan sesuai dengan kondisi tingkat autis anak.

Menurut konsultan kesulitan belajar anak Agus Tri Haryanto, salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan serta pendidikan anak autis adalah diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk grup/kelas (sekolah), individu (one on one), serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.
Konsep pendidikan integrasi yang dimaksud dalam hal ini :
ü  Mengintegrasikan anak autis dengan anak normal sepenuhnya.
ü  Mengintegrasikan pendidikan anak autis dengan pendidikan pada umumnya.
ü  Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi,emosi, jasmani, dan intuisi pada autism
ü  Mengintegrasiakn apa yang dipelajari di sekolah dengan tugas masa depan.
ü  Mengintegrasikan manusia sebagai makhluk individual sekaligus makhluk sosial.

Tidak ada komentar: