Pengikut

Selasa, Mei 20, 2008

SEKILAS TENTANG INKLUSI

Warna-warni di Sekolah Inklusi

Bel istirahat berdering, empat siswa kelas III berseragam putih-merah menghambur keluar kelas, bermain kejar-kejaran. Bunga yang menderita autisme dan Arif siswa dengan keterlambatan perkembangan saraf motorik berbaur dengan anak-anak normal seusianya, dalam satu sekolah.

Mungkin belum banyak orang tua yang tahu bahwa sejak 2003, anak berkebutuhan khusus bisa bersekolah satu atap dengan anak normal di sekolah negeri. Jumlah SD Negeri di Indonesia yang mewadahi anak dengan berbagai kebutuhan, atau yang disebut sekolah inklusi, kini berjumlah 542 sekolah dan 20 diantaranya berada di Jakarta.
Sekolah inklusi mampu menampung anak dengan keterbatasan fisik, autisme, kesulitan berkonsentrasi, lambat belajar, hiperaktif, gifted, dan korban narkoba. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut mendapat kesempatan belajar yang sama dengan anak ‘normal’. Sekolah inklusi bertujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak berkebutuhan khusus dan memberi kesempatan bersosialisasi. Dengan bersekolah di tempat yang sama dengan anak ‘normal’, anak-anak yang berkebutuhan khusus punya kesempatan untuk berinteraksi dengan rekan sebaya dengan latar belakang berbeda. Selain itu, bagi anak norma, sekolah inklusi mengajarkan banyak hal, antara lain bersikap terbuka terhadap perbedaan, menanamkan rasa empati, tidak memandang rendah anak berkebutuhan khusus dan memupuk sikap saling menolong.
“Inklusi artinya tidak ada diskriminasi, tidak ada pengkhususan, memberi kesempatan sama kepada setiap anak, itu dasar filosofi pendidikan inklusif”, ujar DR. Arief Racman, M.Pd, pakar pendidikan sekaligus dosen Universitas Negeri Jakarta. Di Negara maju seperti AS, penerapan metode pendidikan inklusi punya dampak baik anak normal jauh lebih toleran dan menghargai perbedaan. “Sementara itu, anak berkebutuhan khusus menjadi tidak minder dan para guru pun mempunyai pandangan yang lebih terbuka,” kata Arief Rachman yang juga menjabat Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO.

Jangan Ragu Memilih Sekolah Inklusi
“Ada orang tua yang anaknya normal, seperti tidak rela kalau anak mereka harus belajar satu kelas dengan anak berkebutuhan khusus. Padahal, autisme, hiperaktif, keterbatasan fisik, atau lainnya’kan sama sekalai tidak menular. Jadi, kenapa harus takut?” kata Suminah, guru di SDN Lebak Bulus 06 Pagi.
Sosialisasa menjadi kunci sukses metode inklusi. Memberi pengertian kepada orang tua dan anak normal bukan pekerjaan mudah. Ketika tiba-tiba seorang anak autisme menepukkan tangan berulang-ulang saat guru sedang mengajar berhitung, atau anak hiperaktif kerak berlari-lari di dalam kelas, maka di saat itu lah belajar bertoleransi. Mereka yang berkebutuhan khusus tidak seharusnya diolok-olok, dibenci, dan dijauhi. Tentu saja menanamkan toleransi – yang identik dengan kedewasaan – kepada anak-anak, memerlukan proses.
Torey Hayden, psikolog anak di AS yang juga guru anak berkebutuhan khusus, mengatakan dewasa ini masyarakat semakin terbuka dengan perbedaan. Perubahan ini terkait dengan perubahan budaya sehingga prosesnya memakan waktu lama. “Tapi bandingkan dengan 20 tahun lalu, misalnya. Sekarang kita sudah lebih terbuka sehingga program inklusi sudah selayaknya diterima masyarakat,” kata Torey yang menulis novel Sheila: Kenangan yang Hilang, yang menjadi best seller internasional.
Pihak sekolah juga terus memperbaiki kulaitas pengajar dan prasarana sekolah yang menerima siswa berkebutuhan khusus. “Tahun ini, kami akan memperketat kriteria sekolah inklusi, terkait kesiapan infrastruktur maupun tenaga pengajar. Tidak sembarnag sekkolah bisa mengajukan diri menjadi sekolah inklusi,” kata Ekodjatmiko Sukarso, Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Tenaga pengajar yang bertugas menangani anak berkebutuhan khusus atau biasa disebut guru inklusi, SDN Pela Mampang 01 Pagi, Jakarta Selatan, termasuk sekolah yang sudah mempunyai guru inklusi. Setiap hari, pada waktu-waktu tertentu, 12 anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut mendapat terapi dari guru inklusi. Selebihnya, mereka mengikuti pelajaran di kelas reguler bersama teman-teman sebaya. “Evaluasi yang saya berikan kepada orang tua berupa laporan deskripsi kemajuan anak beradasarkan terapi. Laporan itu mencakup perkembangan motorik, tingkah laku, kemampuan sosialisasi, dan sebagainya. Meyoritas anak berkebutuhan khusus tidak menerima rapor seperti yang diterima teman-temannya yang normal, karena kebutuhan mereka memang berbeda. Kecuali, beberapa anak yang punya kemampunya kognitif sama seperti anak norma,” kata Dra.Satiti Sabarwati, guru inklusi di SDN Pela Mampang 01 Pagi. Sementara itu, SDN Lebak Bulus 06 Pagi, mengizinkan guru pembimbing khusus atau biasa disebut shadow teacher untuk mendampingi siswa berkebutuhan khusus selama belajar di dalam kelas.

Latihan yang diberikan di sekolah inklusi disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Bagi anak yang mempunyai kesulitan berkonsentrasi, guru inklusi memberi terapi berupa perainan yang mengasah ketekunan seperti puzzle dan memisahkan manik-manik berdasarkan ukuran atau warna. Sementara bagi anak yang mengalalmi keterlambatan perkembangan saraf motorik, guru akan memperbanyak aktivitas fisik anak melalui olahraga dan berbagai macam permainan yang ‘memaksa’ badan anak bergerak. Siswa yang menderita mental retarded (keterbelakangan mental) diterapi denga kartu-kartu berwarna. Sementara anak yang mengalami keterlamabatan belajar akan diberikan pelajaran tambahan usai jam sekolah.

Semua Ikut Belajar
Banyak hal yang bisa dipelajar di sekolah inklusi, baik oleh individu yang terlibat langsung dalam kegiatan belajar maupun mereka yang berada di lingkungan luar komponen sekolah. “Anak saya yang sudah mahasiswa, sekarang rajin membelikan saya buku-buku tentang penanganan anak berkebutuhan khusus. Mereka juga menjadi belajar banyak,” tutur Suminah.
Orang tua dilibatkan langsung dalam proses belajar. Di SDN Pela Mampang 01 Pagi, orang tua dibolehkan melihat terapi yang dilakukan oleh guru inklusi dari jarak dekat. Jika mereka tidak bisa daatang ke sekolah, guru inklusi akan memberikan catatan pelajaran selama satu hari berikut pencapaian anak pada hari tersebut. Tujuaanya, agar orangtua dapat meneruskan di rumah materi yang diajarkan guru, serta mengajak orang tua belajar banyak hal tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus. Guru juga belajar dari orang tua. Pengetahuan yang didapat orang tua dari buku-buku, seminar, atau diskusi hingga ilmu yang didapat dari psikolog atau terpis anak, sangat baik untuk dibagikan kepada guru.
Di sisi lain, anak-anak belajar dengan cara yang unik. “Suatu hari saya terkejut karena Dika, murid saya yang perkembangan saraf motoriknya lambat, mengajari Ida, teman sebayanya yang menderita autisme, untuk memasang puzzle,” kata Wati, Luar Biasa, bukan?
Anak normal juga kerap membantu anak berkebutuhan khusus untuk belajar di kelas. Tidak sebatas belajar berhitung dan membaca, anak-anak juga mempelajari perilaku dan cara bersosialisasi. Ibu Idi, misalnya, memutuskan untuk memindahkan putranya, Syam yang mengalami keterlambatan belajar, dari SLB ke SD inklusi agar Syam bersikap dan mengembangkan perilaku seperti anak normal. Sebaliknya, anak ‘normal’ juga belajar banyak dari kawannya yang berkebutuhan khusus. Tidak sedikit anak normal yang kini bisa menggunakan bahasa isyarat karena sering berkomunikasi dengan teman yang menderita tunarungu.
Banyak hal yang bisa dipelajari dari perbedaan. Keberagaman membuat pikiran kita semakin terbuka.


Saran Untuk Orang Tua

Jika Anak Anda Normal, sebaiknya Anda...
 JANGAN PARANOID. Memberikan anak Anda yang normal belajar satu atap denga anak berkebutuhan khusus sama sekali tidak merugikan. Keadaan itu justru membantu Anda menanamkan sifat-sifat terpuji kepada anak.
 MERINGANKAN BEBAN ORANG TUA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Bercakap-cakap dengan orang tua yang anaknya menderita autisme ketika menjemput anak Anda pulang, membuktikan bahwa Anda tidak memandang rendah orang lain dan itu amat membantu.
 MEMBERI PENGERTIAN KEPADA ANAK. Sikap anak di sekolah tentunya dipengaruhi oleh nilai-nilai yang di tanamkan di rumah. Karena itu, terulah ingatkan anak Anda untuk bersikap baik terhadap siapapun di sekolah. Dan, jangan lupa, Anda juga harus memberi contoh sikap toleransi karena anak adalah peniru ulung.
 LEBIH BERSYUKUR. Kesempatan berinteraksi dena orang tua dengan anak berkebutuhan khusus bisa membuat Anda labih bersyukur dengan keadaan anak Anda. Membesarkan anak berkebutuhan khusus jelas tak mudah dan memerlukan kesabaran ekstra. Petik hikmahnya dari kesempatan itu dan jadikan sebagai pengalaman yang semakin mendekatkan Anda dengan buah hati.

Jika Anak Anda Berkebutuhan Khusus, sebaiknya Anda...
MEMAHAMI ANAK. Tahu betul di mana kekurangan dan kekuatan anak Anda. Jangan menaruh harapan yang melebihi kemampuan anak karena ia bisa merasa terbebani dengan target tang Anda patok.
MENERUSKAN PELAJARAN YANG DIDAPAT ANAK DI SEKOLAH. “Jam sekolah hanya sebentar, anak paling banyak menghabiskna waktunya di rumah,” kata Wati. Karena itu, anak bisa berkembang optimal jika orang tua meneruskan materi yang diberikan di sekolah. “Murid saya yang menderita keterbelakangan mental maju pesat karena ibunya telaten. Dia sekarang sudah bsai menulis berkat ibunya yang tidak pernah lelah mengulang pelajaran ketika di rumah, “ ujarnya.
JAGA HUBUNGAN BAIK DENGAN SEKOLAH. Komunikasi dengan pengajar dan menajemen sekolah harus dijaga agar Anda dapat mengetahui perkembangan anak, punya kesempatan memberi dan menerima masukan.
JANGAN JADIKAN SEKOLAH TEMPAT PENITIPAN ANAK. Keikutsertaan Anda dalam kegiatan pembelajaran akan membawa dampak yang sangat positif. Partisipasi Anda bisa diwujudkan dengan menyumbangkan gagasan dalam berbagai kegiatan sekolah, menjadi donatur, atau mulailah dengan hal-hal yang tampaknya sepele, seperti mendampingi anak ketika ia ambil bagian dalam acara yang diadakan di sekolah.
JANGAN MEMBANDINGKAN ANAK ANDA DENGAN TEMAN SEBAYANYA. Kalimat seperti, “Tuh, si Andi saja bisa, kenapa kamu tidak? Padahal kalian kan satu kelas,” bisa menyakiti anak Anda. Lebih jauh lgai, perkataan tersebut bisa mematahkan semangat membuat anak merasa minder, dan enggan bersosilisasi.
BERI SI KECIL PUJIAN. Sekecil apapun kemajuan yang dibuat anak, hargai usahanya. Beri dia pujian atas prestasinya dan umumkan di depan seluruh anggota keluarga. Penghargaan Anda akan memacu semangatnya untuk terus belajar.