AKTIFITAS YANG MENUNJANG BAGI ANAK
BERKEBUTUHN KHUSUS
Dalam
proses tata laksana anak berkebutuhan khusus, kita tidak hanya bisa terfokus
pada proses terapi di lembaga atau center terapi. Peran serta orang tua,
anggota keluarga inti dan lingkungan sosial, sangat membantu bagi perbaikan
perilaku anak. Pola asuh bagi anak berkebutuhan khsusu, tentunya tidak bisa
disamakan bagi anak dengan kondisi typical (normal),meskipun bukan
berarti dibedakan. Pengawasan yang kontinyu dan pemeberian konsekuensi (baik
positif atau negatif), tetap harus diberikan. Bila anak melakukan sesuatu yang
“baik”, harus segera diberikan pujian/hadiah, namun bila anak menolak, tantrum
dan tidak patuh, harus mendapatkan rewards negatif atau “punisment”. Dalam
artikel ini, kita tidak mempermasalahkan metode terapi yang sudah dijalankan
anak, apakah menggunakan metode DTT dari Lovaas, Son Rise dari Kauffman atau Floor Time dari
Grenspaan. Semua metode memiliki kelebihan dan kekurangan dari berbagi sisi,
yang sangat dimungkinkan, tidak bisa sesuai bagi setiap anak berkebutuhan
khusus. Namun ada suatu kesamaan yang bisa ditarik dari semua metode yang
digunakan yaitu, perlunya memberikan remidial proses terapi saat di rumah, di
lingkungan sosial atau di sekolah reguler (bila anak sudah bersekolah).
Proses
remidial itu tidak harus selalu sama dengan apa yang dilakukan di tempat
terapi, namun bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak di rumah,
misalkan bila menggunakan meode DTT, dimana suatu tugas harus “dipecah menjadi
suatu bagian yang lebih kecil. Seperti untuk mengharapkan anak bisa mengambil
gelas, anak harus mampu terlebih dahulu melakukan kontak mata terhadap lawan
bicara, memahami perintah sederhana serta kemampuan siap diri (kepatuhan). Lalu
diperkenalkan dengan instruksi “pegang gelas”, “tunjuk gelas”dll. Hal ini bisa
diterapkan mulai anak berkebutuhan khusus periode awal terapi hingga tingkat
“lanjut”. Namun dibalik semua aktifitas dan instruksi tersebut, kita juga harus
memperhatikan aspek motorik anak untuk bergerak, yang meliputi motorik kasar, atau
halus. Juga aspek kesimbangan gerak atau vestibular, proprioceptif (alat
gerak), tactile (rabaan), visual (pandangan) serta auditori (pendengaran). Pada
kondisi yang typical (“normal”)semua aspek ini dapat terintegrasi dengan baik.
Anak mampu mendengar instruksi, mengerti instruksi, bergerak sesuai dengan
instruksi. Sedangkan bagi anak berkebutuhan khusus, mereka mungkin ada yang
mengalami gangguan fungsi keseimbangan, takut berjalan di ketinggian atau
kesulitan dalam memegang benda (mudah jatuh/mudah lepas). Beberapa kegiatan
mungkin tampak seperti sebuah permainan, namun mengandung banyak arti seperti
melempar tangkap bola , menendang bola. Sedangkan untuk aspek motorik halus, bisa
dilatih dengan menggulung plastisin, memasang puzzle sesuai dengan tempatnya.
Untuk keseimbangan dan alat gerak, bisa dilatih dengan berjalan diatas balok
titian dengan tinggi tertentu, naik turun tangga, menggunakan eskalator atau
tangga manual. Bisa juga menggunakan ayunan, lalu anak mengambil dan memasukkan
benda ke dalam kotak, sambil diayunkan. Bila anak merasa bosan melakukan
aktifitas di rumah, bisa dilakukan dengan outdoor activyty , seperti hiking
(naik turun jalan dengan kontur yang beragam), naik kuda, berenag, bis
dijadwalkan secara rutin. Bila muncul penolakan dari anak, tidak perlu terlalu
dipaksa, karena inti daripada aktifitas penunjang adalah membuat anak merasa
enjoy dan senang saat “belajar”.Beberapa kendala yang muncul saat melakukan
aktifitas saat di rumah adalah, “kepatuhan” yang masih kurang serta frekuensi
penolakan yang tinggi, bila dibandingkan dengan di tempat terapi. Sehingga
perlu beberapa bujukan dan hadiah agar anak mau melakukan aktifitas ini sesuai
dengan target yang sudah kita buat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar