Pengikut

Senin, Mei 25, 2015

AKTIFITAS YANG MENUNJANG BAGI ANAK BERKEBUTUHN KHUSUS

AKTIFITAS YANG MENUNJANG BAGI ANAK BERKEBUTUHN KHUSUS



Dalam proses tata laksana anak berkebutuhan khusus, kita tidak hanya bisa terfokus pada proses terapi di lembaga atau center terapi. Peran serta orang tua, anggota keluarga inti dan lingkungan sosial, sangat membantu bagi perbaikan perilaku anak. Pola asuh bagi anak berkebutuhan khsusu, tentunya tidak bisa disamakan bagi anak dengan kondisi typical (normal),meskipun bukan berarti dibedakan. Pengawasan yang kontinyu dan pemeberian konsekuensi (baik positif atau negatif), tetap harus diberikan. Bila anak melakukan sesuatu yang “baik”, harus segera diberikan pujian/hadiah, namun bila anak menolak, tantrum dan tidak patuh, harus mendapatkan rewards negatif atau “punisment”. Dalam artikel ini, kita tidak mempermasalahkan metode terapi yang sudah dijalankan anak, apakah menggunakan metode DTT dari Lovaas,  Son Rise dari Kauffman atau Floor Time dari Grenspaan. Semua metode memiliki kelebihan dan kekurangan dari berbagi sisi, yang sangat dimungkinkan, tidak bisa sesuai bagi setiap anak berkebutuhan khusus. Namun ada suatu kesamaan yang bisa ditarik dari semua metode yang digunakan yaitu, perlunya memberikan remidial proses terapi saat di rumah, di lingkungan sosial atau di sekolah reguler (bila anak sudah bersekolah).

Proses remidial itu tidak harus selalu sama dengan apa yang dilakukan di tempat terapi, namun bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak di rumah, misalkan bila menggunakan meode DTT, dimana suatu tugas harus “dipecah menjadi suatu bagian yang lebih kecil. Seperti untuk mengharapkan anak bisa mengambil gelas, anak harus mampu terlebih dahulu melakukan kontak mata terhadap lawan bicara, memahami perintah sederhana serta kemampuan siap diri (kepatuhan). Lalu diperkenalkan dengan instruksi “pegang gelas”, “tunjuk gelas”dll. Hal ini bisa diterapkan mulai anak berkebutuhan khusus periode awal terapi hingga tingkat “lanjut”. Namun dibalik semua aktifitas dan instruksi tersebut, kita juga harus memperhatikan aspek motorik anak untuk bergerak, yang meliputi motorik kasar, atau halus. Juga aspek kesimbangan gerak atau vestibular, proprioceptif (alat gerak), tactile (rabaan), visual (pandangan) serta auditori (pendengaran). Pada kondisi yang typical (“normal”)semua aspek ini dapat terintegrasi dengan baik. Anak mampu mendengar instruksi, mengerti instruksi, bergerak sesuai dengan instruksi. Sedangkan bagi anak berkebutuhan khusus, mereka mungkin ada yang mengalami gangguan fungsi keseimbangan, takut berjalan di ketinggian atau kesulitan dalam memegang benda (mudah jatuh/mudah lepas). Beberapa kegiatan mungkin tampak seperti sebuah permainan, namun mengandung banyak arti seperti melempar tangkap bola , menendang bola. Sedangkan untuk aspek motorik halus, bisa dilatih dengan menggulung plastisin, memasang puzzle sesuai dengan tempatnya. Untuk keseimbangan dan alat gerak, bisa dilatih dengan berjalan diatas balok titian dengan tinggi tertentu, naik turun tangga, menggunakan eskalator atau tangga manual. Bisa juga menggunakan ayunan, lalu anak mengambil dan memasukkan benda ke dalam kotak, sambil diayunkan. Bila anak merasa bosan melakukan aktifitas di rumah, bisa dilakukan dengan outdoor activyty , seperti hiking (naik turun jalan dengan kontur yang beragam), naik kuda, berenag, bis dijadwalkan secara rutin. Bila muncul penolakan dari anak, tidak perlu terlalu dipaksa, karena inti daripada aktifitas penunjang adalah membuat anak merasa enjoy dan senang saat “belajar”.Beberapa kendala yang muncul saat melakukan aktifitas saat di rumah adalah, “kepatuhan” yang masih kurang serta frekuensi penolakan yang tinggi, bila dibandingkan dengan di tempat terapi. Sehingga perlu beberapa bujukan dan hadiah agar anak mau melakukan aktifitas ini sesuai dengan target yang sudah kita buat.

Tidak ada komentar: